ALIRAN FILSAFAT PRORESIVISME PENDIDIKAN

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pihak tertentu memandang Progresivisme sebagai suatu aliran filsafat pendidikan, tetapi ada pula yang memandangnya sebagai suatu gerakan pendidikan. Namun yang jelas bahwa Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan yang dilandasi konsep-konsep filsafat tertentu, dan sangat berpengaruh dalam pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad ke dua puluh. Perkumpulan Pendidikan Progresivisme (The Progresivisme Education Association) didirikan pada tahun 1918 selama dua puluh tahun atau lebih Proresivisme merupakan “jiwa” yang merasuki pendidikan bangsa Amerika. Progresivisme menentang dan menolak formalisme yang berlebihan dan membosankan dari praktek-praktek sekolah atau pendidikan yang tradisional. Contoh: Prgresivisme menolak praktek pendidikan yang bersifat otoriter, menolak pemberlakuan disiplin yang keras, menolak cara-cara belajar yang bersifat pasif, menolak kondep dan cara pendidikan yang hanya berperan untuk mentransfer kebudayaan masyarakat kepada generasi muda, dan berbgai hal lainnya yang dipandang tidak berarti. Sebab itulahProsivisme menjadi popular, banyak para guru di Amerika pada saat itu menjadi pendukungnya.
Pada awal tahun 1944 The Progresivisme Education Association diusulkan unntuk berubah nama menjadi The American Education Fellowship. Progresivisme mengalami kemunduran setelah uni soviet meluncurkan Sputnik. Namun demikian gerakan ini tidaklah mati, sebab masih terus dilanjutkan melalui kerja individual oleh para pendukungnya seperti dilakukan oleh ; George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayles, Lawrence G. Thomas, dan Frederich C. Neff.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa aliran filsafat yang mendukung aliran filsafat Progresivisme?
2.      Bagaimana konsep ontologi aliran filsafat Progresivisme ?
3.      Bagaimana konsep epistemologi aliran filsafat Progresivisme ?
4.      Bagaimana konsep aksiologi aliran filsafat Progresivisme ?
5.      Apa tujuan pendidikan aliran filsafat Progresivisme ?
6.      Bagaimana kurikulum pendidikan aliran filsafat Progresivisme ?
7.      Bagaimana metode pendidikan aliran filsafat Progresivisme ?
8.      Bagaimana peranan pendidikan aliran filsafat Progresivisme ?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui filsafat yang mendukung aliran filsafat Progresivisme
2.      Untuk mengetahui konsep ontologi aliran filsafat Progresivisme
3.      Untuk mengetahui konsep epistemologi aliran filsafat Progresivisme
4.      Untuk mengetahui konsep aksiologi aliran filsafat Progresivisme
5.      Untuk mengetahui tujuan pendidikan aliran filsafat Progresivisme
6.      Untuk mengetahui kurikulum pendidikan aliran filsafat Progresivisme
7.      Untuk mengetahui metode pendidikan aliran filsafat Progresivisme
8.      Untuk mengetahui peranan pendidikan aliran filsafat Progresivisme

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aliran Filsafat Pendukung
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 19).  Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat Pragmativisme dari John Dewey (1859-1952). Dewey memang merupakan orang yang paling dikenal mempengaruhi dan berperan dalam rangka pendirian serta perkembangan Progresivisme. Apabila ditelusuri, konsep-konsep filsafat yang melandasi Progresivisme bahkan berasal dari para filsuf yang hidup pada zaman Yunani Kuno dan para filsuf lainnya yang hidup kemudian, seperti : Heroklitos (536-470SM), Socrates (470-399SM), Jean Jacques Reusseau (1712-1778), Immanuel Kant (1724-1804), dan Hegel (1770-1831). Selain itu, tokoh-tokoh pelopor bangsa Amerika seperti Benjamin Franklin, Thomas Paine, dan Thomas Jefferson pun telah mempengaruhi perkembangan Progresivisme.

2.2 Konsep Ontologi
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 95). Evolusionistis dan Pluralistis. Progresivisme bersifat anti metafisika. Progresivisme memandang eksistensi alam atau dunia dari sudut prosesnya. John Dewey dalam bukunya yang berjudul “Creative Intelligence” (1917) menyatakan bahwa “… sifat utama Pragmativisme mengenai realita, sebenarnya dapat dikatakan dengan tepat bahwa tiada teori realita yang umum… Teori demikian adalah tidak mungkin dan tidak perlu” (J. Donald Butler, 1968). Sejalan dengan ini menurut Progresivisme tidak ada realitas yang umum, yang ada hanyalah realitas khusus atau individual. Realitas tersebut diyakini tidak menetap alias selalu dalam prosesperubahan. Implikasinya, realiatas tidaklah kekal, tidak lengkap, dan tidak mempunyai kepastian. Ralitas pada dasarnya pluralistis dan karena terus berubah maka ia memiliki akhir dalam proses perubahannya sendiri.
Manusia. Progresivisme memandang manusia sebagai subyek yang bebas dan memiliki potensi (akal dan kecerdasan) sebagai instrument untuk mampu menghadapi dan memecahkan berbagai masalah,sehingga ia memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya yang multi kompleks, berubah dan berkembang. Intelegensi adalah alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia.
Manusia berinteraksi dengan lingkungannya (lingkungan fisik maupun social-budaya), keduanya saling mempengaruhi dalam proses perubahan dan perkembangan. Dalam evolusinya manusia harus berjuang untuk tetap survive (bertahan).
Pengalaman manusia mempunyai empat karakteristik, yaitu spatial, temporal, dinamis dan pluralistis (Mohammad Noor Syam, 1984).
1.      Pengalaman itu spatial: pengalaman selalu terjadi di suatu tempat tertentu dalam lingkungan hidup manusia.
2.      Pengalaman itu temporal: sebagaimana alam, kebudayaan, dsb., pengalaman pun selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu.
3.      Pengalaman itu dinamis: hidup selalu dinamis menuntut adaptasi dan readaptasi dalam semua variasi perubahan yang terjadi terusmenerus. Realita itu menuntut tindakan – tindakan dinamis yang bersifat alternatif-alternatif.
4.      Pengalaman itu pluralistis: pengalaman itu terjadi seluas adanya hubungan dan antaraksi dalam mana individu terlibut.  Demikian pula subyek yang mengalami pengalaman itu, menagkapnya dengan seluruh kepribadiannya dengan rasa, karsa, pikir, dan pancainderanya masing-masing. Sehingga pengalaman iu memang bersifat pluralistis.

Pengalaman dan Pikiran. Sebagaimana yang dikemukakan terdahulu, pengalaman terjadi bila berlangsung interaksi antara individu dengan lingkungannya. Pengalaman merupakan bagian perjuangan untuk hidup, karena itu pengalaman, menjadi berarti bagi manusia apabila memberikan sumbangan bagi perjuangan tersebut. Untuk itu, maka pengalaman harus diolah oleh pikiran. Sebaliknya pikiran bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan harus diuji dalam pengalaman.
Terdapat kesatuan antara pikiran dan pengalaman, adapun satunya pikiran dengan pengalaman adalah dalam perbuatan praktis. Sebab itu, dalam hal ini manusialah yang berbuat, yang bekerja, dan yang mengatasi masalah.
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 145) manusia pada hakikatnya baik, namun masyarakat manusialah yang menjadikan dia jahat (tidak baik). Rousseau ingin mendidik anak yang terpisah dari kelompok manusia. Emile belajar dari alam, bukan dari manusia. Ia belajar  dari pengalaman pribadinya secara langsung, bukan dari dari mata pelajaran (pengalaman yang telah diorganisasikan manusia), ia adalah penemu bukan peniru, ia dimunculkan daya kreasinya, bukan daya ingatnya ia belajar tegantung pada dirinya, bukan kepada orang lain. oleh karena itu anak harus memiliki kebebasan yang besar untuk bertindak.
2.3 Konsep Epistemologi
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 98). Sumber pengetahuan. Progresivisme mengajarkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman dimana manusia kontak langsung  dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya; atau juga melalui pengalaman-pengalaman secara tidak langsung, yaitu melalui catatan-catatan yang diwariskan seperti buku atau literature lainnya.
Kriteria “kebenaran”. Suatu pengetahuan dikatakan benar apabila dapat diverifikasi dan aplikasikan atau diimplementasikan dalam kehidupan, adapun criteria kebenarannya adalah workability (dapat dipraktekan), satisfication (memuaskan), dan result (memberikan hasil).
Sifat pengetahuan : relative dan berubah. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman tentang fenomena, karena fenomena realitas hakikatnya adalah berubah, dan ini berarti juga bersifat relatif. Bagaimanapun, pengetahuan dan kebenaran pengetahuan pada hari ini juga harus dipertimbangan.
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 146) filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangn-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, individu dapat mengidentifikasi nilai-nilai yang tepat dalam waktu yang dekat.
 Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekerja dan mengembangkan inteligensi, sehingga anak dapat menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 147) manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu, pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif. Apabila siswa menghasilkan apresiasi yang nyata yang berkaitan dengan ide-ide politik dan sosial, kelas (sekolah) itu sendiri harus menjadi eksperimen kehidupan dalam demokrasi sosial. Pengalam dan eksperimen merupakan kata-kata kunci dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Dr. Redja Mudyaharjo (2012 : 236) pengetahuan adalah relative, dan terus berkembang. Pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman. Karakteristik pengalaman yaitu : 1) pengalaman pertama-tama merupakan suatu peristiwa aktif-pasif, dan 2) pengukuran nilai suatu pengalaman terletak pada persepsi hubungan-hubungan atau kontinuitas-kontinuitas yang menyebabkan pengalaman tersebut meningkat. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang ternyata berguna bagi kehidupan (instrumentalisme). Pengetahuan adalah alat atau instrument untuk berbuat.
Berpikir adalah sebuah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk menemukan hubungan-hubungan khusus antara sesuatu  yang kita lakukan dengan akibat-akibat yang dihasilkan, sehingga keduannya menjadi terus berhubungan. Berpikir sama dengan sebuah daya upaya nyata dari unsur yang cerdas dalam pengalaman kita. Sebagai daya upaya dari unsure yang cerdas dalam pengalaman, berpikir merupakan sebuah proses penemuan, pencairan, penyelidikan.
2.4 Konsep Aksiologi
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 99 ). Sumber nilai : kondisi riil manusia/pengalaman. Progresivisme menafsirkan hakikat nilai (etika)secara empiris, yaitu berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia. Nilai tidak diturunkan dari sesuatu yang bersifat non empiris atau yang bersifat supernatural seperti wahyu Tuhan dsb.
Sifat nilai : berada dalam proses, relative, kondisional, memiliki kualitas social dan individual, serta dinamis. Nilai tidak bersifat eksklusif, tidak berdiri sendiri, melainkan ada dan selalu ada dalam proses, yaitu dalam perbuatan manusia. Karena perbuatan manusia selalu diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya untuk “ survive”, maka Progresivisme tidak membedakan dan tidak memisahkan antara nilai intrinsic dengan nilai instrumental.
Nilai memiliki kualitas social : Pada dasarnya semua nilai merupakan produk dari kenyataan sosial. Contoh : sehat adalah suatu nilai bagi setiap individu, tetapi kesehatan dipahami individu, tetapi nilai kesehatan dipahami individu berkat antar hubungan dengan individu-indivu lainnya di dalam masyarakat. Karena berhubungan dengan orang lain itu, maka nilai-nilai mempunyai kualitas social. Sebaliknya, karena setiap kritis, maka individu-individu yang membangun masyarakat sesuai zamannya tidak mewarisi nilai-nilai dari generasi terdahulu, melainkan individu-individu itu bebas memilih nialai yang sesuai dengan kondisinya. Dalam konteks inilah nilai-nilai memiliki kualitas individual, dan hal ini mengimplikasikan adanya sifat perubahan dan perkembangan nilai, karena itu nilai bersifat dinamis.
Kriteria nilai : berguna adalah baik. Sesuatu dikatakan baik apabila berguna dalam praktek hidup dan kehidupan, adapun sesuatu dikatakan berguna jika bermakna untuk kehidupan yang intelligent, yaitu hidup yang sukses, produktif dan bahagia. (Callahan and Clark, 1983).
Demokrasi sebagai nilai. Progresivisme memandang demokrasi sebagai nilai ideal yang yang wajib dilaksanakan dalam semua bidak kehidupan. Dalam arti ideal, demokrasi adalah jalan menuju kebahagian. Demokrasi adalah nilai individual sekaligus nilai social. Dengan demokrasi tiap individu memiliki hak asasi, kemerdekaan dan kesemparan untuk mengembangkan kepribadian, self realizatioan. … nilai pelaksanaan asas demikian akan dinikmati baik oleh individu maupun oleh masyarakat (Negara, bangsa) bahkan oleh umat manusia (M. Noor Syam, 1984).
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 146) Norma atau nilai kebenaran yang abadi tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan berhasil atau tidaknya usaha pendidikan. Maksudnya nilai kebenaran itu diperoleh dari suatu rekonstruksi pengalaman yang berlangsung secara terus menerus.
Menurut Dr. Redja Mudyaharjo (2012 : 237) ukuran tingkah laku perseorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Dengan demikian tidak ada nilai yang absolut.

2.5 Tujuan Pendidikan
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 101). Menurut progresivisme pendidikan selalu dalam proses perkembangan. Kualitas khusus pendidikan bukan ditentukan oleh aplikasi standar-standar yang menetap mengenai kebaikan, kebenaran dan keindahan, melainkan memandang pendidikan sebagai suatu rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus.
Tujuan pendidikan. Bagi penganut Progresivisme pendidikan bertujuan agar peserta didik (individu) memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan. Selain itu, pendidikan juga bertujuan menjadi warga negara yang demokratis. Sejalan dengan itu Imam Bernadib (1984) menyatakan bahwa tugas utama dalam lapangan pendidikan adalah meningkatakan kecerdasan agar peserta didik mampu memecahkan masalah berbagai masalah.
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 143) Sekolah merupakan masyarakat demokratis dalam ukuran kecil, dimana siswa akan belajar dan praktek keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi. Dengan pengalamannya, siswa akan mampu menghadapi perubahan dunia. Karena realitas berubah terus – menerus, kaum progresif tidak memusatkan perhatiannya terhadap body of knowledge yang pasti, sama seperti halnya dengan pandangan perenialisme dan esensialisme. Kaum progresif menekankan “bagaimana berfikir” bukan “apa yang dipikirkan”.
Tujuan pendidikannya yaitu memberikan keterampilan dan alat-alat bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus memerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Di mana kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat.
Menurut Dr. Redja Mudyaharjo (2012 : 237) pendidikan adalah hidup, pertumbuhan sepanjang hidup, proses rekontruksi yang berlangsung terus dari pengalaman yang terakumulasi dan sebuah proses sosial.
Tujuan pendidikanya adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan bermasyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan, tetapi terdapat dalah setiap proses pendidikan. Oleh karena itu, tidak ada tujuan umum pendidikan atau tujuan akhir pendidikan.

2.6 Kurikulum Pendidikan
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 102). Kurikulum : Child centerd, community centerd, experience centerd, flexible, interdisipliner. Sebagaimana yang bersifat particular, bahwa kebutuhan – kebutuhan, minat-minat individu dan masyarakat berbeda-beda menurut tempat dan jamannya. Sebab itu, kurikulum tidak ada yang universal, melainkan berbeda-beda sesuai kondisi yang ada; kurikulum hendaknya disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik(minat, bakat, dan kebutuhan setiap peserta didik) atau child centered.  Namun demikian, karena belajar berlangsung dalam kehidupan manusia yang riil dan wajar, maka kurikum sekolah hendaknya bersumber dari kehidupan yang riil dan wajar pula, yaitu berasal dari lingkungan (alamiah maupun social-budaya). Kurikulum hendaknya berbasis pada masyarakat, tidak terpisah dari keadaan-keadaan masyarakat atau community centered. Karena kurikulum harus berpusat pada peserta didik, tetapi juga kurikulum tidak boleh terpisah dari keadaan arau kondisi masyarakat pada tempat dan zamannya, berarti pula bahwa kurikulum itu bersifat flesibel, tidak beku atau statis, melainkan berubah atau dapat direvisi.
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 143) Metode progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak (child centered) bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920-1950 an berkontribusi cukup besar pada penyebaran gagasan-gagasan progresif. Progresivisme pengikut Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut ini.
a.       Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari disiplin-disiplin akademik.
b.      Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secara menyeluruh dan minat-minat seta kebutuhan-kebutuhannya dalam hubungannya dengan bidang-bidang kognitif, afketif, dan psikomotor.
c.       Pembelajaran pada pokoknya aktif bukannya pasif. Pengajar/guru yang efektif member siswa pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka belajar dengan melakukan kegiatan.
d.      Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rasional sehingga mereka menjadi cerdas, memberikan kontribusi pada anggota masyarakat.
e.       Di sekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai social.
f.       Umat manusia ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu.
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 146) Proses belajar memang terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banayk berbuat dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa membutuhkan bimbingan dan arahan dari gulu dalam melaksanakan aktivitasnya.
Pengalaman anak adalah rekonstruksi yang terus menerus dari keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak menjejalkan informasi ke dalam kepala anak melainkan dengan pengawasan lingkungan di mana pendidikan dalam berlangsung. Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan inteligensi dalam pengelolaan hidup dan adaptasi yang inteligen (cerdas) terhadap lingkungan.
Menurut Dr. Redja Mudyaharjo (2012 : 238) kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak. Hal yang terakhir yang menyebabkan perlunya sekolah membuat kurikulum darurat untuk memenuhi minat dan kebutuhan anak. Pendidikan liberal yang menghilangkan pemisahan antara pendidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.

2.7 Metode
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 103) metode pendidikan yang diutamakan Progresivisme adalah metode pemecahan masalah (problem solving method), serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiry and discovery method). Sehubungan dengan metode tersebut, dalam pelaksanaannya dibutuhkan guru yang memiliki karakteristik sebagai berikut : permissive (pemeberi kesempatan), friendly (bersahabat), a guide (seorang pembimbing), open minded (berpandangan terbuka), crative (kreatif), social aware (sadar bermasyarakat), enthusiastic (antusias), ccopertaive and sincere (kerjasama dan sungguh-sungguh) (Callahan and Clark, 1983).
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 148)  metode yang digunakan adalah metode ilmiah dalam inkuiri dan metode problem solving. Peranan guru tidak langsung, melainkan member petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus diizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar.
Menurut Dr. Redja Mudyaharjo (2012 : 239) belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap pemberian subject matter. Jadi, belajar harus dapat memecahakan masalah yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan anak. Dalam memecahkan suatu masalah, anak dibawa berpikir melewati beberapatahapan, yang disebut metode berfikir ilmiah, sebagai berikut :
a.       Anak menghadapi keraguan, merasakan adanya masalah
b.      Menganalisis masalah tersebut, dan menduga atau menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin
c.       Mungumpulkan data yang akan membatasi dan memperjelas masalah
d.      Memilih dan menganalis hipotesis
e.       Mencoba, menguji, dan membuktikan.
        Berpikir rekleftif atau metode pemecahan masalah merupakan metode utamanya, terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Penyadaran suatu masalah
b.      Observasi kondisi-kondisi yang hadir
c.       Perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan
d.      Pengetesan melalui eksperimen.
                                                                                                                        
2.8 Peranan Pendidikan
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 104) karena peserta didik dipandang sebagai sebagai organism (subyek) yang memiliki kemampuan untuk berfikir, mampu menjelajahi kebutuhan, masalah dan minatnya sendiri, maka guru seharusnya berperan sebagai : penyedia berbagai pengalaman yang akan memunculkan motivasi belajar ; pembimbing (a guide) bagi murid-murid dalam merumuskan masalah, kegiatan-kegiatan penyelesaian masalah dan proyek-proyek mereka;  merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas untuk digunakan dalam memecahkan masalah; membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah; dan bersama-sama anggota kelas mengevaluasi mengenai apa yang telah dipelajari; bagaimana mempelajarinya; informasi baru apa yang setiap siswa peroleh; apa yang setiap siswa temukan oleh dirinya (Callahan and Clark, 1983).
Edward J. Power (1982) menyimpulkan bahwa guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan peserta didik; sedangkan peserta didik berperan sebagai organism yang rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh.
Menurut Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd (2011: 148) peranan guru adalah membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan proyek. Mungkin akan banyak guru yang kurang senang terhadap ini, karena didasarkan atas suatu anggapan bahwa siswa mampu berfikir dan mengadakan penjelajahan terhadap kebutuhan dan minat sendiri.
Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber daa yang relevan, menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisipliner, kreatif, dan cerdas.
Menurut Dr. Redja Mudyaharjo (2012 : 240) peserta didik adalah sebuah organism yang rumit, yang mampu tumbuh. Pendidik mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat kebutuhan peserta didik.

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Menurut Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014 : 19).  Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat Pragmativisme dari John Dewey (1859-1952).
Manusia. Progresivisme memandang manusia sebagai subyek yang bebas dan memiliki potensi (akal dan kecerdasan) sebagai instrument untuk mampu menghadapi dan memecahkan berbagai masalah, sehingga ia memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya yang multi kompleks, berubah dan berkembang. Intelegensi adalah alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia.
Manusia berinteraksi dengan lingkungannya (lingkungan fisik maupun social-budaya), keduanya saling mempengaruhi dalam proses perubahan dan perkembangan. Dalam evolusinya manusia harus berjuang untuk tetap survive (bertahan).
Sumber pengetahuan. Progresivisme mengajarkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman dimana manusia kontak langsung  dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya; atau juga melalui pengalaman-pengalaman secara tidak langsung, yaitu melalui catatan-catatan yang diwariskan seperti buku atau literature lainnya.
Sumber nilai : kondisi riil manusia/pengalaman. Progresivisme menafsirkan hakikat nilai (etika)secara empiris, yaitu berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia. Nilai tidak diturunkan dari sesuatu yang bersifat non empiris atau yang bersifat supernatural seperti wahyu Tuhan dsb.
Tujuan pendidikan. Bagi penganut Progresivisme pendidikan bertujuan agar peserta didik (individu) memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan. Selain itu, pendidikan juga bertujuan menjadi warga negara yang demokratis. Sejalan dengan itu Imam Bernadib (1984) menyatakan bahwa tugas utama dalam lapangan pendidikan adalah meningkatakan kecerdasan agar peserta didik mampu memecahkan masalah berbagai masalah.
Kurikulum : Child centerd, community centerd, experience centerd, flexible, interdisipliner.
Metode yang digunakan adalah metode ilmiah dalam inkuiri dan metode problem solving.
Guru seharusnya berperan sebagai : penyedia berbagai pengalaman yang akan memunculkan moticasi belajar ; pembimbing (a guide) bagi murid-murid dalam merumuskan masalah, kegiatan-kegiatan penyelesaian masalah dan proyek-proyek mereka;  merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas untuk digunakan dalam memecahkan masalah; membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah; dan bersama-sama anggota kelas mengevaluasi mengenai apa yang telah dipelajari; bagaimana mempelajarinya; informasi baru apa yang setiap siswa peroleh; apa yang setiap siswa temukan oleh dirinya (Callahan and Clark, 1983).

3.2 Saran
Dalam hal ini proses pembelajaran terpusat pada anak, namun hal ini bukan berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena dia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai. Anak memang banyak berbuat dalam menentukan proses belajar, namun dia bukan penentu akhir. Siswa masih membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya. Maka disini guru tidak lepas tanggung jawab begitu saja. Saat proses pembelajaran berlangsung guru membimbing, mengawasi dan mengarahkan anak.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maaf Aku Menjauh Karena Aku Sadar Aku Mencintaimu..

Lirik Lagu Mencintai Kehilangan - Anandito Dwis